Selain
memiliki budaya yang beragam, Indonesia juga kaya akan nilai-nilai
tradisi yang tertuang dalam berbagai hasil kerajinan dan tersebar
diseluruh Nusantara. Salah satu diantaranya yaitu berupa kain tenun
tradisional yang dapat ditemukan diseluruh pelosok Indonesia. Secara
garis besar kain tenun yang diciptakan dalam berbagai macam warna, corak
dan ragam hias memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan sistem
pengetahuan, budaya, kepercayaan, lingkungan, alam, dan sistem
organisasi sosial masyarakat.
Sumber : http://www.gayamadha.com
Tidak mengherankan jika kain tenun
yang terdapat pada masing-masing daerah di Indonesia memiliki ciri khas
tersendiri dan menjadi bagian penting yang merepresentasikan budaya dan
nilai sosial yang berkembang di lingkungan tersebut. Keberadaan kain tenun tradisional Indonesia diperkirakan telah berkembang sejak masa Neolitikum (Prasejarah).
Sumber : http://www.vhandcraft.com
Hal ini diperkuat dengan temuan
benda-benda prasejarah prehistoris yang berusia lebih dari 3.000 tahun.
Bekas-bekas peninggalan berupa teraan (cap) tenunan, alat untuk
memintal, kereweng-kereweng bercap kain tenun dan bahan tenunan kain
dari kapas tersebut ditemukan pada situs Gilimanuk, Melolo, Sumba Timur,
Gunung Wingko, dan Yogyakarta.
Sumber : http://dewey.petra.ac.id
Dalam prasasti Jawa Kuno terdapat
istilah-istilah yang memberikan gambaran tentang adanya aktifitas
pertenunan di masa lalu diantaranya tulisan “putih hlai 1 (satu)
kalambi” yang dapat diartikan sebagai kain putih satu helai dan baju
pada prasasti Karang Tengah berangka tahun 847 (kol. Mus Nas No D 27),
istilah “makapas” atau madagang kapas pada prasasti Singosari tahun 929 M
(kol. Mus Nas No 88), serta kata pawdikan yang berarti pembatik atau
penenun pada prasasti “Baru” tahun 1034 M.
Sumber : http://www.gayamadha.com
Bukti lain dari adanya aktivitas menenun
dimasa lalu adalah relief “wanita sedang menenun” yang dipahatkan pada
umpak batu abad 14 dari daerah Trowulan, Jawa Timur serta cerita rakyat
Indonesia yang mengangkat tema pertenunan. Salah satunya adalah legenda
Sangkuriang. Dalam cerita tersebut, Dayang Sumbi digambarkan sebagai
sosok wanita yang sangat mahir menenun.
Sumber : https://www.pinterest.com
Berbeda dengan teknik menenun yang
dilakukan oleh masyarakat di wilayah Indonesia bagian Timur, para
penenun di Jawa-Bali biasa menggunakan alat tenun bernama cacak yang
ditempatkan pada sebuah “amben” atau balai-balai dari bahan bambu. Cacak
merupakan dua buah tiang pendek yang diberi belahan untuk menempatkan
papan guna menggulung benang yang akan ditenun.
Sumber : http://balinusatenun.com
Meski corak yang ditampilkan dan teknik pembuatan kain tenun
pada tiap-tiap daerah berbeda-beda namun secara keseluruhan kain tenun
dapat difungsikan sebagai alat transaksi (barter), mahar dalam
perkawinan, serta bahan pakaian sehari-hari maupun busana dalam
pertunjukan tari dan upacara adat.
Sumber : http://indovasi.or.id
Semoga bermanfaat.